Minggu, 11 Mei 2008

Chapter 7. I find you

Chapter 7. I find you

Setelah memarkirkan mobil di pelataran parkir RS, Evan, Megan, dan Yuri segera masuk ke ruang informasi.

“Siang Sus,” sapa Evan pada perawat yang bernama Suster Elina itu.

“Siang, ada yang bisa saya bantu?”

“Ada banget Sus, hehe. Sus, kamar lavender nomer 6 dimana ya?” tanya Evan.

“Itu di lantai 6, Mas-nya naik lift aja, lalu ke kanan ada tikungan yang nomer dua lalu ke kiri, itu ruang lavender.”

“Ya, makasih Sus.”

“Iya sama-sama,” jawab Suster Elina sambil tersenyum.

Lalu mereka menuju ke lift. Yuri masih kesal, wajahnya ditekuk kayak buku butut. Orang-orang yang ngeliat jadi ketawa, hihihi.

“Yur, loe jangan manyun terus dong!” ucap Megan ikut-ikutan kesal juga karena Yuri manyun terus.

“Iya, iya!” jawab Yuri, ketus.

Saat melewati toilet, Yuri jadi kepengin buang air kecil.

“Meg, gue ke toilet dulu ya. Kebelet nih. Loe duluan aja.” Suruh Yuriko sambil ngacir tanpa persetujuan dari Megan. Megan dan Evan ngga bisa berbuat apa-apa. Pintu lift udah terbuka, terpaksa mereka ninggalin Yuri.

Di toilet, setelah buang air kecil, Yuri berdiri di depan wastafel yang di atasnya ada kaca besar. Disamping Yuri ada cewek cantik peranakan Indo baru benerin make-up-nya. Yuri melihat cewek itu sekilas dari pantulan cermin sambil mencuci tangannya.

“Mbak!” sapa cewek tadi, Yuri menoleh mencari tau apakah dia yang dipanggil. Di situ cuma ada mereka berdua.

“Ya?” jawab Yuri setelah dia yakin cewek itu memanggilnya.

“Mbak operator AvantikaNet kan?”

“Iya benar. Mbak siapa?” tanya Yuri sambil mengingat-ingat sosok ajaib di depannya.

“Saya yang kemaren ke warnet, Mbak.”

“Oya?” Yuri masih belum inget, soalnya kan dia belom makan siang dan otaknya udah heng.

“Iya, Mbak lupa ya?”

“Hehe, iya belom makan siang.”

“Heh? Apa hubunganya?”

“Ada pokoknya. Mbak sapa?”

“Oiya kenalin nama saya Drew,” kata cewek tadi yang ternyata Drew.

“Drew?” tanya Yuri. Kok gue bisa lupa sihh?

“Iya, kenapa?”

“Ah, ngga pa-pa kok. Nama yang bagus. Gue Yuri,” jawabnya sambil mejabat tangan Drew.

“Lho, Mbak ngapain disini? Ada yang sakit?”

“Iya, temen sekelas.”

“Oh.”

“Kalo Mbak?” tanya Yuri balik. Saat ini mereka udah duduk di sofa deket lobby RS. Katanya sih ngga betah kalo ngobrol di toilet.

“Jangan panggil Mbak dong, orang masih muda gini. Panggil Drew aja. Gue kan masih semester tiga.”

“Ya, kalo gue malah masih SMA, nih masih pake seragam,” kata Yuri sambil berdiri dan memperlihatkan seragamnya.

“He he, iya.”

“By the way, tadi kan belom dijawab, loe ngapain disini?” tanya Yuri sambil duduk lagi.

“Temen gue sakit. Tiga minggu yang lalu kecelakaan di jalan Hertasning deket kampus, dan sampe sekarang dia masih koma, kata Dokter sih udah stabil tapi ngga tau kenapa kok belom juga bangun.”

“Hm, gue boleh jenguk juga ngga?”

“Boleh. Trus temen loe gimana?”

“Ah ngga usah dipikirin, kan ada temen gue yang lain yang juga jenguk.”

“O ya udah, tapi tunggu bentar ya, nungguin cowok gue katanya mau ke sini juga.”

Setengah jam mereka masih terus ngobrol. Dia benar-benar melupakan teman-temannya yang nungguin Yuri di kamar Natalie.

“Drew!” panggil seorang cowok sambil berlari-lari kecil.

“Ah itu dia. Sini!!” panggil Drew pada cowok itu.

“Yur, kenalin ini cowok gue, Dylan,” kata Drew, “sayang, ini Yuri operator AvantikaNet.”

“Dylan,” kata Dylan memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan.

“Yuri,” jawab Yuri sambil menjabat tangan Dylan.

“Yuk!” ajak Dylan pada Drew.

“Iya. Yur, loe jadi ikut ngga?”

“Iya,” jawab Yuri, senang. Dia jadi ingat sama Shinta, lalu dia mengambil HaPe-nya di dalam saku bajunya. Dia mainkan keypad HaPe-nya.

-Shin,loe g bakal pcy,gw ktm sm Drew d RS!!-

Massage sent.

Ting! Pintu lift terbuka dan mereka bertiga masuk ke dalam, menuju lantai delapan.

Cieee...SMS dari sapa tuuhh!! –HaPe Yuri memekik, buru-buru diambil.

Shinta Cantiex

-He, kok bs? Lu g jenguk Natalie?-

Yuri membalas.

-Critanya tar aj y kl gw dah plng. Natalie urusan new couple qt.-

Massage sent.

Ting! Lift kembali terbuka dan mereka udah nyampe di lantai delapan. Kamar teman Drew dan Dylan di ruang VVIP. Sesaat Yuri tercenung, dia ingat mimpinya ketemu Kenshiro Yamada. Untuk pertama kalinya, Yuri ingat sesuatu sebelum makan siang dan saat otaknya udah heng. Hehe...

“Yur!” panggil Drew. Yuri tersadar dari lamunannya, ”sini masuk!” suruh Drew, dan Yuri pun masuk ke sebuah kamar mengikuti Drew. Dilihatnya seorang cowok yang pernah dia lihat di dalam mimpinya. Dia adalah Kenshiro Yamada. Yuri mendekati tempat tidur Ken.

“Ken?” gumam Yuri.

“Loe kenal sama Ken?” tanya Drew, heran.

“Ah ngga... kan ada papan namanya di depan pintu tadi,” jawab Yuri berkilah. Dia yakin benar, yang tidur itu Ken yang pernah dia temui dalam mimpi, “kasihan ya?” kata Yuri sambil duduk di sofa berseberangan dengan Dylan. Sedang Drew baru menyalakan tivi.

“Iya.”

“Emang orang tuanya kemana? Masa cuma kalian yang jagain dia?”

“Orang tuanya di Jepang. Ya cuma kita yang jagain, atas permintaan orang tua Ken. Kadang tantenya yang di Jalan Kenanga ikut jenguk, tapi ya ngga bisa lama.”

“Terus yang bayar ni kamar sapa? Kamar kayak hotel gini. Ck...ck...ck...” puji Yuri. Drew dan Dylan tersenyum.

“Ini kamar emang khusus buat Ken. Ken itu udah sering masuk RS, karena maag-nya yang udah akut,” jawab Dylan, “yang bayar tentu aja orang tuanya, kebetulan dokter yang ngerawat Ken adalah teman orang tuanya. Namanya Dokter Alfian.”

“Dokter Alfian?” Yuri bertanya, dia masih bingung. Memang ada keterkaitannya antara mimpinya dengan ditemukannya makhluk cakep bernama Ken di RSPI ini.

“Ngga, ngga papa.” Yuriko berpikir sejenak.

Cieee...SMS dari sapa tuuhh!! –SMS masuk ke HaPe Yuri tanpa permisi.- Yuri mengambil HaPe-nya lalu dibaca SMS tadi.

Megan Centil.

-Loe dmn? K toilet kok lm bgt? Jgn2 loe kabur y?-

Yuri membalas.

-Gw msh di toilet,antri nih! Slm bt Natalie aj-

Massage sent.

Cieee...SMS dari sapa tuuhh!! –Yuri mengecilkan volume suara HaPe-nya, ngga enak sama Drew dan Dylan. Tapi Drew dan Dylan cuek aja, mereka malah asyik liat tivi, acaranya Ceriwis bareng Indra Bekti sama Indy Barends.

“Sori ya, ada SMS nih dari temen gue.”

“Iya, ngga papa kok. Santai aja.”

Yuri membaca SMS tadi.

Megan Centil.

-yey, alasan! Buruan sini, mo plng g lu?-

Yuri membalas.

-gw plng tar aj deh,kn gw blm ktmu Natalie. Lu plng dl aj.-

Massage sent.

Lalu Yuri menonaktifkan HaPe-nya. Dia ngga mau lagi diganggu sama Megan. Bersamaan itu, tiba-tiba perut Yuri berdangdut ria, tanda belom diisi.

“Yur, loe belom makan kan?”

“Iya.” Jawab Yuri malu-malu (in).

“Loe mau makan apa? Biar Dylan yang beli di kantin. Gue juga lapar,” kata Drew, mau ngga mau Dylan manyun. Hiya...

“Ah, ngga usah. Ntar ngerepotin lagi,” jawab Yuri sambil tersenyum.

“Ah, ngga papa kok.”

“Ya udah, apa aja deh. Gue kan pemakan segala macam makanan. Hehe...” jawab Yuri sambil tersenyum.

“Sayang, tolong ya, beliin makanan buat aku sama Yuri,” kata Drew, manja.

“Iye!” jawab Dylan sambil beranjak keluar kamar meninggalkan kedua cewek tadi.

^^^

Sementara itu di Cafe La Marizza, Doni baru makan siang dengan Sasa. Dia sengaja menjemput Sasa di sekolahnya lalu diajak ke Cafe.

“Sayang, kok kamu diam aja?” tanya Sasa.

“Ngga papa kok.”

“Sayang, dua bulan lagi ujian, do’ain aku ya supaya aku lulus dan bisa masuk ke kampus kamu.”

Doni Cuma menggangguk. Hal itu membuat Sasa kesal.

“Say, kamu kenapa sih?!” teriak Sasa. Membuat orang-orang yang makan di situ melihat ke arah mereka semua.

“Sa, gue mau ngomong sama loe.”

“Ngomong apa?”

“Gue, gue mau putus sama loe.” Kata Doni sambil menunuduk. Dia ngga berani memandang wajah Sasa yang setelah itu berubah menjadi siluman rubah karena marah.

"APA?? Coba loe bilang sekali lagi?"

"Gue mau putus sama loe,"

"Kenapa?" tanya Sasa.

Doni ngga menjawab.

“Karena Yuri?”

Doni ngga menjawab lagi.

“Don!” teriak Sasa.

“Iya, gue masih suka sama Yuri.”

Spontan Sasa menyiramkan segelas lemon squashnya ke kepala Doni. Dan mereka menjadi perhatian pengunjung cafe itu.

“Apa sih Don hebatnya Yuri? Dia ngga cantik, ngga kaya, ngga smart kayak aku!!”

Doni diam ngga menjawab.

“Don! Aku udah kasih semua cinta aku buat kamu. Tapi kenapa kamu malah putusin aku? Hiks...hiks...”

“Cukup Sa! Gue udah muak sama loe. Asal loe tau, Yuri lebih baik daripada loe, tau!?”

Sasa yang belom bisa menerima keputusan Doni langsung mengambil tasnya lalu pergi ninggalin Doni dengan bersimbah airmata.

Doni mendapat applause dari pengunjung cafe. Mereka berdiri dan bertepuk tangan buat Doni, seperti memberi tepuk tangan pada seorang pemenang lomba. Lomba mutusin pacar. Kyaa... Doni yang sebenarnya malu, cuma bisa nyengir kuda. Hihihi...

^^^

Setelah itu Doni pun pergi dari Cafe, dia berencana ke warnet untuk ketemu Yuri, tapi sesampainya di warnet cuma ada Hendry.

“Ndry, Yuri ngga kesini?”

“Ngga tuh. Emang kenapa?”

“Ngga, apa dia masih di RS ya?”

Doni mengambil HaPenya lalu dia mencari nomer telepon Yuri di phonebook.

“Nomer yang anda tuju sedang tidak aktif...” kata Mbak Veronica –operator selular-.

“Yaa...ngga aktif! Coba telepon ke rumahnya aja deh, mungkin dia ada,” kata Doni pada dirinya sendiri.

Di carinya sekali lagi nomer telepon rumah Yuri.

Krriiiinnngggg...

“Hallo? Tante Karin?” sapa Doni.

“Iya.” Jawab Mamanya Yuriko, “siapa ya?”

“Doni, tante.”

“Oh Doni, nyari Yuri ya? Ngga mungkin dong nyari tante?”

“Hehe...tante bisa aja. Yuri ada Tan?”

“Wah, Yuri-nya belom pulang tuh!”

“Oh gitu ya, tan? Ya udah, nitip pesen aja ya tan, tolong bilang sama Yuri kalo saya telepon, gitu.”

“Oh ya, nanti tante sampein. Pesen apa lagi? Pisang goreng, es teh ato apa?”

“Hehe...ah tante, udah tante, gitu aja. Daaahh tante...”

“Daaahh....”

Klik. Telepon diputus.

^^^

Jam diruang tamu menunjuk ke angka delapan, di luar sana sudah gelap. Lampu-lampu jalanan sudah menyala. Dan Yuri baru saja pulang dari RS.

“Mama!! Aku pulanggg!!” teriak Yuri sambil berlari menemui Mama di ruang tengah yang baru membaca komik Shincan.

“Ceria amat? Ada apa?” tanya Mama. Yuri mengecup pipi Mama lalu duduk di sofa.

“Yuri senneeeennngggg banget Ma!!”

“Kenapa? Biasanya kamu tuh paling bete kalo diajak ke RS,” kata Mama sambil meletakkan komiknya.

“Yee, Mama! Kali ini beda. Mama tau sapa yang Yuri temui di RS?”

“Ngga tau, kan Mama ngga ikut kamu ke sana.”

“Yaa, Mama! Kreatif dikit dong kalo jawab,” kata Yuri sambil manyun.

“Emangnya tadi kamu ketemu siapa? Natalie?”

“Bukan Ma...” jawab Yuri, “yang ini cowok.”

“Pacar kamu? Kok kamu ngga pernah cerita sama Mama kalo kamu punya pacar?”

“Bukan pacar ma, walo Yuri berharap bisa jadi pacarnya kalo dia bangun nanti.”

“Emangnya dia kenapa?”

“Udah hampir tiga minggu dia koma. Mama inget ngga Yuri pernah cerita tentang Ken?”

“Hm,...” Mama mencoba mengingat-ingat, “oh yang di trotoar itu?”

“He-eh! Nah dia itu Ken. Tadi Yuri ketemu sama user warnet namanya Drew, trus diajak jenguk temennya yang koma, dan ternyata dia itu Ken.”

“Oya?” tanya Mama Yuri, dia bingung bagaimana mungkin mimpi anaknya menjadi kenyataan. (penulisnya aja juga bingung!)

Krriiinnngggg...

Telepon di samping Yuri berdering. Dia buru-buru pergi dari tempatnya duduk ke kamarnya untuk ganti baju. Dia ogah angkat telepon itu. Terpaksa Mamanya yang ngangkat.

Krriiinnngggg...

“Hallo? Oh Shinta? Yuri? Udah tuh, udah pulang. Mau bicara? Iya sebentar tante panggilkan dulu.” Mama Yuri meletakkan gagang telepon di meja lalu pergi ke kamar Yuri.

“Sayang, ada telepon tuh dari Shinta. Katanya tadi mau telepon ke HaPe kamu, tapi ngga aktif.”

Yuriko baru memakai kaos tanpa lengan dan celana pendek saat dia ingat kalo HaPe-nya belom di aktifkan.

“Oiya, tadi Yuri matiin! Hehe...”

“Ya udah, itu di tunggu Shinta.”

“Iya Ma.” Jawab Yuri sambil keluar kamar.

“Oya, tadi Doni telepon, nyariin kamu.”

“Doni? Ngapain nyari Yuri? Kan hari ini Yuri ijin ngga masuk.”

“Ya ngga tau!” jawab Mamanya sambil ngeloyor pergi ke dapur. Yuri ke ruang tengah.

“Allo? Ada apa Shin?” tanya Yuri sambil duduk.

“Kok ada apa? Loe tadi SMS gue gimana? Gue penasaran nih. Mana HaPe loe ngga aktif lagi.”

“Hehe...sori girl. Ini aja gue baru pulang.”

“Emang dari mana aja?”

“Dari RS,” jawab Yuri cuek.

“Dari tadi?”

“Iyah. Oya, gue tadi ketemu sama Drew di toilet RS... Bla...bla...bla...”

Yuriko menceritakan soal ketemuannya dia dengan Drew, Dylan dan Ken.

“Kasian banget deh Shin.”

“Kenapa loe ngga tolongin dia?”

“Ya gue pengen, tapi gimana caranya?”

“Loe jenguk dia tiap hari aja.”

“Gila loe, terus warnet gimana? Bisa di pecat sama Om Indra gue nanti.”

“Oh iya ya? Hehe...” Shinta tertawa, “yang penting loe jangan pernah absen jenguk dia aja. Loe kan pengen kenal Ken lebih jauh. Nah ini kesempatan loe buat deketin dia. Walopun jasadnya tidur tapi gue yakin arwahnya tau.”

“Hiiyy...serem amat ya Shin?”

“Katanya loe yakin kalo Ken itu takdir loe, ya loe ngga boleh takut dong.”

“Hm, emang gue pernah bilang gitu?”

“Dasar pelupa!”

Klik. Shinta mengakhiri pembicaraannya dengan Yuri. Yuri heran karena tiba-tiba sahabatnya itu menutup telepon tanpa pamitan. Sampai-sampai muncul tanda tanya besar di atas kepalanya.

“Gue kan belom makan malam, wajar kan kalo gue lupa?” Setelah itu dia ke dapur, mencari makanan di dalam kulkas.


Tidak ada komentar: