Minggu, 11 Mei 2008

Chapter 4. Hajime mashite watashi wa Kenshiro desu dozo yoroshiku (Kenalin nama gue Kenshiro)

Chapter 4. Hajime mashite watashi wa Kenshiro desu dozo yoroshiku (Kenalin nama gue Kenshiro)

“Ini kan RS, sapa yang sakit ya?” tanya Yuri sambil celingak celinguk mencari petunjuk. Dia berada di depan pintu ruang ICU. Belom sempat rasa penasarannya hilang karena tiba-tiba di RS, pintu ruang ICU dibuka, dan seorang dokter menghampirinya. Dokter itu bernama Alfian, spesialis penyakit dalam.

“Kamu tenang aja ya, pacar kamu sudah tidak apa-apa, dia hanya perlu istirahat. Nanti dia dirawat disini dulu. Kamu udah hubungi orangtuanya?” tanya Dr. Alfian, umurnya sekitar 40 tahun.

“Oh... eh... iya dok, sudah! Terima kasih ya, Dok,” kata Yuri pada Dr. Alfian. Heh? Kenapa gue bisa jawab gitu? Pacar... siapa pacar gue? Gue juga ngga kenal sama orangtua orang yang disebut sebagai pacar gue itu. Kayaknya gue harus buru-buru pergi dari sini deh, sebelom gue terlibat lebih jauh, kata Yuri dalam hati. Saat mau melangkah, pintu ruang ICU terbuka lagi, dan dua orang perawat keluar membawa seorang pasien.

“Lhoh... cowok yang pingsan tadi? Hue... kok bisa ketemu lagi? Ah... mendingan gue ikutin aja deh.” Yuri mengurungkan niatnya untuk pergi dari RS, dia berbalik dan ngikutin dua perawat tadi.

Sesampainya di sebuah kamar, cowok itu dibaringkan di ranjang. Seorang perawat memberikan sesuatu kepada Yuri. Sebuah dompet! Setelah berkali-kali mengucapkan terima kasih ( dan kedua perawat itu capek menjawab ‘ngga papa, udah kewajiban kami’) Yuri mendekati cowok itu.

“Siapa sih dia sebenarnya? Kenapa gue bisa terlibat kayak gini? Tapi Dr. Alfian bikin gue tersipu-sipu deh, masa gue dikira pacarnya?” kata Yuri. Diliatnya tuh dompet, dia pengen banget buka dompet itu, sapa tau ada petunjuk, paling ngga identitas tentang dia, alamat dan nomer teleponnya, maybe.

Belom sempat dia menginvestigasi dompet cowok itu, Yuri dikagetkan oleh sebuah suara.

“Hai, makasih ya udah nolongin gue?”

Yuri mencari asal suara itu. Ternyata cowok tadi udah siluman, eh maksudnya siuman. Yuri meletakkan dompet tadi diatas meja.

“Eh, loe udah bangun? Ngga papa kok. Sebagai manusia kan kita wajib saling bantu. Ya kan?” kata Yuri sambil tersenyum. Cowok itu juga ikut-ikutan senyum. Waaa... loe tambah tampan deh kalo senyum gitu. Doni aja kalah, batin Yuri.

Cowok itu bergerak, lalu mengerang kesakitan.

“Loe jangan bergerak dulu. Loe istirahat aja di sini ya?” kata Yuri sambil benerin letak bantal cowok itu.

“Loe baik banget sih? Sori ya, gue tadi bentak-bentak loe. Padahal loe ngga salah apa-apa?”

“Ngga kok, ngga papa. Orang yang baru sakit biasanya kan gitu, suka banget ma esmosi,” jawab Yuri. “By the way, orang tua loe dimana? Kok ngga ke sini?”

“Gue tinggal sendiri di sini. Orang tua gue di Jepang, kerja. Mendingan loe ngga usah kasi tau mereka, gue ngga mau mereka khawatir.”

“Bukan, gue asli Indonesia. Mami Sunda dan papi Surabaya. Dulu setelah merit, orangtua gue menetap di Jepang dan berganti nama. Oya, kenalin nama gue Kenshiro Yamada. Loe bisa panggil gue Ken,” kata cowok itu yang ternyata bernama Ken sambil mengulurkan tangan. Yuri menyambutnya.

“Gue Yuriko Pramaishela, gue juga bukan orang Jepang. Mama tuh suka komik jepang makanya gue jadi bahan eksperimen dalam pemberian nama,” jawab Yuri dengan mimik yang lucu ampe Ken ketawa terbahak-bahak. Perawat yang di luar ampe kaget, dikira ada apa gitu.

“Loe masih skul, ya?” tanya Ken.

“Iya, gue baru kelas dua SMA,” jawab Yuri. “Kalo loe? Coba gue tebak, loe pasti udah kuliah, maybe semester tiga gitu, and diliat-liat umur loe baru dua satu taon, bener ngga?”

“Hu-uh. Loe pinter nebak juga ya? Gue kuliah di psikologi, tapi udah lama absen karena sakit.”

“Oh, I see…”

Yuri merhatiin seluruh isi ruangan yang dihuni oleh cowok cute ini. Sebuah ruangan VVIP (apa Ken se-important itu?), ada AC, tivi 21 inch, DVD, sofa tamu, kulkas, kamar mandi pribadi... hommy banget deh. Kayak kamar hotel president suite yang per malamnya bisa dua ampe empat jeti!! Wow...

"Kenapa, Yur?" tanya Ken, heran demi melihat Yuri yang merhatiin kamarnya dengan berkali-kali menggumam, "wow... magic!!!"

"Yur?! YURI-CHAN BANGUUUNNNN!!" teriak mama. Yuri mengerjab-ngerjabkan matanya, mengingat sesuatu, lalu mengamati kamarnya. Dan dilihatnya sang mama yang sedang berkacak pinggang.

"Mama? Kok ada disini?" tanya Yuri, heran.

"Yuri sayang, ini kan rumah mama, kenapa mama ngga boleh disini? Kamu ini aneh-aneh aja. Ayo bangun, katanya ngga mau telat lagi?" omel mama sambil membuka gorden jendela kamar Yuri. Sinar matahari masuk ke dalam kamar, silau, Yuri menutupi matanya.

"Jadi ini bukan di RS?"

"RS? Sapa yang sakit?" tanya mama.

"Ken..."

"Siapa Ken?"

"Cowok tampan yang Yuri temui di trotoar, ma."

"Kayaknya kamu ngga pernah cerita deh soal itu."

"Oh My God!!!" teriak Yuri, mamanya kaget ampe buku Yuri ikut-ikutan kaget, nyatanya buku itu jatuh dari tangan mama yang baru beresin meja belajar Yuri. "Mimpi!! Ma, Yuri mimpi aneh banget deh. Tadi pertama mimpi ketemu cowok yang lagi nahan sakit di trotoar, anehnya di sekitar situ sepi banget, ma. Ngga ada sapa-sapa. Nama cowok itu Ken. Yuri sama Ken sempat bertengkar gitu, ma, trus tiba-tiba dia pingsan, nah Yuri kan panik, sambil terus nyari taksi... eh pas taksinya udah ada, Yuri bangun. Abis itu ma... Yuri tidur lagi, dan tau ngga ma? Yuri mimpi lagi, kali ini di RS, mimpi itu berlanjut, ma. Ken dirawat di RS, kamarnya VVIP mewaaahhh bangeett, kayak kamar hotel type president suite gitu deh, ma. Eh lagi asyik ngobrol sama Ken, mama malah bangunin Yuri... uhh!! mama niihh..."

"Itu kan cuma bunga tidur," kata mama sambil keluar kamar Yuri, mama bosen denger cerita Yuri, karena sama sekali ngga ngerti alurnya... hiehie.. Saat pintu mau ditutup, mama masuk lagi ke kamar, "lho, kok balik tidur lagi? Ayo cepet bangun!!"

"Ma... Yuri pengen ketemu sama Ken," rengek Yuri, manja.

"Ngga!! Pokoknya bangun!! Ato mama siram pake air? Pilih mana?" tanya mama dengan muka serius.

"Iya, iya, Yuri bangun deh," kata Yuri, akhirnya menyerah. Kenapa sih mama ini? pasti baru PMS ya? Kok tiba-tiba kayak siluman rubah gitu, tanya Yuri dalam hati. Mama sendiri udah ada di dapur, nyiapin sarapan. Sambil terseok-seok Yuri menuju ke kamar mandi, tapi di dalam kamar mandi, dia masih aja mikirin Ken.

^^^

"Ma... berangkat dulu ya... muach!" pamit Yuri sambil mencium pipi mama. Diluar udah ada mobil Shinta yang menjemputnya, tentu aja lengkap dengan sopirnya, maksudnya Shinta dan Megan juga Tami.

"Iya, hati-hati di jalan ya. Bilang sama Shinta jangan ngebut, dan ini bekal buat kamu," kata mama sambil memberikan kotak makan untuk Yuri. Yuri menerimanya sambil bergumam, "mama ini benar-benar manga mania, ya?"

"Apa kamu bilang?"

"Ah ngga, ngga papa kok, ma. Daa mama... " pamit Yuri sambil ngacir ke depan, menghindari pertanyaan mamanya.

"Daa.." mama mengantar ampe pintu gerbang.

^^^

Di dalam mobil Shinta, Yuri banyak diam. Ngga kayak biasanya. Teman-temannya pun punya kesibukan sendiri-sendiri. Yang anehnya rutin tiap hari dilakukan. Tami berkaca sambil memperbaiki poninya, Megan yang punya hobi make-up lagi nyobain lip gloss yang baru aja diberi Tami. Shinta sendiri lagi sibuk ama kemudinya sambil bercuap-cuap lewat headset ngobrol sama pacarnya. Diantara ketiga temannya, Shinta emang satu-satunya yang punya pacar, nama cowoknya adalah Andre. Megan udah lima bulan ngejomblo, dulu dia putus karena sang cowok harus belaajr ke luar negeri. Kalo Tami emang ngga terlalu deket ama cowok, dia kan pemalu, berhadapan ama cowok pun grogi. Tiap hari dia cuma ngobrol ama papanya, kakak laki-lakinya, Pak Darno tukang kebunnya, dan Bang Is, tukang bakso di kantin sekolahnya.

"Uhm, iya sayang... dimana? La Marizza? Hm, gue tanya sama teman-teman dulu, ya?" kemudian Shinta berpaling sama Megan dan Tami di belakang, "girls... ntar sore jadi ngumpul di warnetnya Yuri, ngga?"

"Hm, tentu aja. Tapi kalo loe mau bolos, it's ok. Kami ngerti kok," jawab Tami, cuek sambil ngeliat Yuri dari kaca spion.

"Tapi, Tam, gue kan ngga enak sama kalian," kata Shinta, kali ini dia melihat keadaan jalan didepan, jangan ampe ada tukang siomay yang ngamuk-ngamuk karena dicium mobilnya.

"Udah, ngga usah pake ngga enakan segala. Kan loe nanti bisa nyusul. Ya kan, Yur?" tanya Megan, tapi Yuri ngga jawab.

Tami dan Megan saling berpandangan, heran dengan sikap Yuri.

"Sayang, are you still there? Uhm, oke, ntar kita ketemu jam dua ya. Bubye, honey... mwach," Shinta melepas headsetnya, lalu sibuk dengan kemudinya lagi.

Megan menepuk pundak Shinta, Shinta kaget dan spontan menoleh ke belakang. Megan dan Tami menunjuk Yuri dengan memasang wajah tanda bertanya, "ada apa dengan Yuri?"

Shinta melihat Yuri dengan sesekali melihat jalan di depan. Lalu dia mengangkat kedua bahunya, tanda dia juga ngga tau.

^^^

Sesampainya di SMKN 1 Lavender, Shinta menghentikan mobilnya, dan Tami pun turun.

"Guys, gue masuk dulu, ya. Ampe ketemu ntar di warnetnya Yuri," pamit Tami sambil menutup pintu mobil.

"Oke, dah Tamiiii..." teriak Shinta dan Megan bebarengan sambil melambaikan tangan, Yuri masih ngelamun. Sejurus kemudian, Shinta kembali menjalankan mobil kesayangannya itu - hadiah ulang tahun dari mami papinya, pas ulang tahun yang ke tujuh belas, taon kemaren - menuju ke sekolah mereka.

"Yur... Yuri... " panggil Shinta, tapi Yuri tetep diem seribu bahasa. Shinta ampe gemas dibuatnya. "YURI-CHAN!!!!!" teriak Shinta, spontan Yuri kaget dan latahnya kambuh lagi.

"Apa, apa eh apa? Apa-apaan sih Shinta. Ngga bisa pelan dikit apa? Sakit nihh!!" kata Yuri sambil mengelus-elus telinganya. Shinta manyun dan Megan terkikik melihat keduanya.

"Loe kenapa sih? Dari tadi berangkat kok melamun terus? Loe kenapa? Ada masalah?" tanya Shinta.

"Ah, ngga. Ngga ada apa-apa kok," jawab Yuri sambil melihat ke kursi belakang. "Lho Tami mana?" Shinta menepuk jidat Yuri. Aduh!

"Makanya jangan ngelamun terus non. Tami udah masuk kelas tuh. Gue heran sama sikap loe hari ini, loe pasti kenapa-napa deh, ya kan?" tuduh Shinta. Dikatain kayak gitu, Yuri jadi ngeri. Ngga mungkin dong dia cerita tentang mimpinya ketemu sama Ken. Bisa dikira gila kan? Mendingan gue simpen sendiri aja deh, ampe tiba waktunya. Ampe ketemu Ken yang asli di dunia nyata, tapi KAPAAANNNN??!! teriak Yuri dalam hati sambil tersenyum kecut.

Shinta memarkir mobil saat udah nyampe skul. Tentu aja di parkiran, masa di tengah lapangan basket, bisa hancur kena bola tuh mobil. Setelah urusan parkir memarkir beres, Yuri cs menuju ke kelas. Belom sampe geletakin tasnya, Yuri merasa ada seseorang ajaib yang memanggilnya. Yuri mencari arah suara. Dilihatnya Evan dibalik papan tulis, ngapain coba dia disitu?? Oh ternyata, dia itu kembarannya papan tulis, kan sama-sama kerempeng dan item. Hihihi...

"Ada apa, Van?" tanya Yuri.

"Uhm, bisa keluar bentar ngga? Gue ada perlu sama loe," kata Evan sambil beranjak keluar kelas tanpa menunggu persetujuan Yuri. Dengan pasrah Yuri ngikutin Evan juga. Nyampe di luar kelas, Evan dan Yuri duduk di bangku panjang.

"Ada apa sih, Van?" tanya Yuri. Tumben-tumbenan nih anak ada perlu ama gue? Aneh deh, pikir Yuri.

"Gue... gue... gini Yur..."

"Iya, apaan? Cepetan deh, jam pertama kan Miss Claudia. Gue ngga mau kena setrap lagi," kata Yuri kesal karena Evan ngga buru-buru ngomong.

"Gue minta bantuan loe dong, Yur."

"Bantuan apa?"

"Comblangin gue..." kata Evan sambil menunduk, malu.

"Sama sapa?"

"Megan."

"Whatt?? Loe naksir Megan?!" teriak Yuri ngga percaya. Duh, Megan kan seleranya tinggi, gimana bisa di comblangin sama cowok kurus kering, berkacamata macam Evan? Megan kan sukanya tipe-tipe maskulin - walo menurut sebuah majalah, tipe cowok maskulin itu dinilai kurang setia, (calon) orangtua yang buruk dan bla, bla, bla - apa bisa Megan dan Evan disatuin? pikir Yuri.

"Loe bisa pelan dikit ngga sih, Yur? Malu nihh!" kata Evan sambil mencak-mencak di depan Yuri karena anak-anak skul itu melototin mereka tanda pengen tau apa yang terjadi. Yuri cuma bisa cengar-cengir. Hehehe...

"Ya deh. Ntar gue usahain ya," kata Yuri. Ngga papalah ngasih Evan harapan.

"Thanks a lot ya, Yur. Ntar kalo gue bisa jadian sama Megan. Gue traktir loe dimanapun loe mau deh," janji Evan.

"Iya? Bener lho, ya? Janji adalah hutang!" kata Yuri. Disambut anggukan Evan di lengkapi dengan senyum yang dimanis-manisin, maksud hati biar kayak Aaron Carter dan usahanya sia-sia. :P

Teng... teng... teng...

Bel tanda masuk berbunyi, Yuri dan anak-anak lainnya berhambur masuk ke kelas masing-masing. Saat duduk di kursinya, Shinta memanggilnya. Kebetulan Shinta duduk di belakang Yuri dan Megan di samping kanan Yuri.

"Ada apa Yur?" tanya Shinta, "tumben loe tadi akrab sama Evan?"

"Ah, nothing," jawab Yuri sambil melihat ke arah Megan - yang lagi ngerapiin bajunya -. "Dia pengen di comblangin."

"Hah? Sama sapa?"

"Megan," jawab Yuri setengah berbisik. Satu, karena takut di denger Megan. Dua, karena Miss Claudia udah ada di depan kelas. Miss Claudia ini lulusan Oxford, England. Makanya dia itu jadi favorit di skul. Terutama ama cowok-cowok. Abisnya Miss Claudia cantik, tinggi dan seksi sih. Kayak model beken gitu. Tapi jadi bencana buat yang ngga pinter bahasa Inggris. Kayak Yuri kemaren.. hihi.

"GOOD MORNING, STUDENT!!" sapa Miss Claudia, memulai pelajaran.

"GOOD MORNING, MISS!" jawab anak-anak.

"How are you, today?"

"We are fine, thank you."

"Baiklah, sekarang kita absen dulu, ya?" kata Miss Claudia sambil memakai kacamata. "Anny Mariska?"

"Hadir!" jawab si empunya nama.

"Aryo Bharata?"

Satu-persatu seisi kelas di absen. Ampe absen terakhir.

"Yuriko Pramaishela?"

"Yes, Miss. I'm here!!" jawab Yuri dengan senyum mengembang.

"Good. Jadi hari ini yang tidak masuk adalah Natalie Putri. Ada yang tau kemana dia?" tanya Miss Claudia sambil mengintari kelas. Tapi ngga ada yang jawab. Ampe datanglah seorang siswi kelas XI-2 yang tergopoh-gopoh membawa sepucuk surat.

"Selamat pagi, Miss. Maaf ini ada titipan surat dari keluarga Natalie," kata cewek yang bernama Rina itu.

"Oh, terima kasih. Kamu boleh kembali ke kelas." Mira keluar kelas XI-1 dengan diikuti tatapan teman-teman Yuri, termasuk Yuri. Sementara Miss Claudia membuka surat tadi. Sesaat dia mengerutkan dahi. Lalu kembali memasukkan surat izin itu kedalam amplop.

“Students, teman kalian, Natalie di rawat di RS karena demam berdarah,” sesaat setelah Miss Claudia memberitaukan hal itu, anak-anak gaduh. Miss Claudia mencoba menenangkan mereka.

“Miss harap kalian bisa menjenguknya, menghiburnya. Bagaimana?”

“Yes, Miss!!” jawab anak-anak.

“Ya sudah, kalo gitu mari kita lanjutkan pelajaran...” kata Miss Claudia diiringi ‘huu’ panjang seisi kelas.

“Miss...” panggil Yuri. Miss Claudia menatap Yuri.

Ada apa?”

“Maaf Miss, kalo boleh tau, Natalie dirawat di mana?”

“Di RS Persada Indah, di kamar Anggrek, nomer 3,” jawab Miss Claudia setelah kembali membuka surat izin tadi untuk mencari tau alamat RS dimana Natalie dirawat.

“Thank you, Miss.”

^^^

Jam istirahat, Yuri cs makan di kantin. Di kantin sekolah yang diberi nama Canteena de La Hungria itu di huni oleh kedai-kedai penjaja makanan. Mulai dari bubur kacang ijo, siomay, batagor, mie goreng, mie ayam dan minumnya mulai dari es teler, es teh, es krim, dan juice. Ampe rujak pun ada. Nah buat cewek-cewek yang makan rujak disini, perlu di curigai. Pasalnya, dulu ada cewek kelas tiga, namanya Mayang, yang lagi asyik makan rujak bareng pacarnya. Lalu ada yang nyeletuk, “wah ada yang ngidam, nih.”

Seisi Canteena pun heboh, anak-anak melihat ke arah Mayang dan pacarnya. Anak-anak cewek pun mulai ngegosipin Mayang hamil. Dampaknya... waa, jangan ditanya. Dua hari setelah gosip itu berhembus, Mayang dan Adi, pacarnya di panggil ke kantor kepala sekolah. Selama tiga jam mereka di interogasi.

“Mayang, bilang sama bapak yang sebenarnya. Kamu hamil?” tanya headmaster skul itu. Penampilannya kayak Mas Adam, suaminya mbak Inul Daratista. Persis banget!

“Tidak, pak. Saya tidak hamil,” jawab Mayang ketakutan. Dia menggigit bibir.

“Kalian itu masih pelajar! Apa kata orangtua kalian nanti? Apa kata orang-orang di luar sana? Apa kalian ngga malu menikah sebelom lulus SMA? Apa kalian ngga malu?” tanya pak Adam, tuh kan namanya aja sama, hihihi. ;P

“Tapi, pak, saya benar-benar tidak hamil. Waktu itu kami cuma pengen makan rujak aja kok. Bener kan, Di?” tanya Mayang pada Adi, yang dari tadi cuma diam aja.

“I...Iya pak. Mayang ngga hamil, kok.”

“Mana buktinya? Apa kalian bisa memberikan bukti otentik pada bapak?” tanya Pak Adam.

“Bagaimana kalo diadakan tes urine aja, Pak?”

“Baik. Sekarang juga kita adakan tes. Lebih cepat lebih baik. Sebentar... bu Dianaaaa!!” panggil pak Adam. Bu Diana adalah guru BP yang terkenal rendah hati tapi galak... hehehe. Kombinasi yang aneh. Bu Diana datang ke ruang KepSek.

“Ya, pak? Ada apa?” tanya Bu Diana.

“Tolong adakan tes urine pada Mayang untuk mengetahui apakah dia hamil atau tidak.”

“Baik, pak. Ayo, Mayang, Adi, kita ke kamar mandi sekarang,” ajak Bu Diana. Mayang dan Adi mengikutinya dari belakang.

Sesampainya di kamar mandi, Bu Diana memberikan alat tes kehamilan pada Mayang. Dengan disaksikan berpuluh-puluh pasang mata (ada wartawan skul juga lho... kayak artis ketangkep basah hamil di luar nikah gitu si Mayang), Mayang masuk ke kamar mandi.

Kurang dari lima belas menit, Mayang udah selesai dan memberikan alat tes kehamilan yang katanya 99,9% akurat itu pada Bu Diana. Bu Diana segera memeriksanya. Sesaat dia tersenyum.

“Hasilnya negatif!” kata Bu Diana. Mayang lega, begitu pula dengan Adi. Bu Diana segera melaporkan hal itu pada pak KepSek.

Mayang dan Adi emang ngga jadi nikah muda dan dikeluarkan dari skul. Tapi hubungan mereka renggang dan akhirnya putus. Makanya rujak bang Rohim itu dinamakan rujak putus cinta. Rujak itu kayak punya semacam kutukan, siapa yang lagi kasmaran dan makan rujak itu berdua, maka hubungan mereka akan putus... tus... tus... tanpa bekas. Makanya ngga ada yang mau makan rujak itu kalo lagi kasmaran. Hihihi... aneh-aneh aja ya?

Siang itu Yuri cuma pesen ice lemon tea, seperti biasanya. Karena dia udah bawa bekal yang buatin mama. Shinta memesan siomay dan juice alpokat sedangkan Megan pesan batagor dan ice lemon tea. Yuri duduk di depan teman-temannya.

“Yur, loe kenapa sih?” tanya Shinta.

“Kenapa apanya? Perasaan gue baik-baik aja, tuh,” jawab Yuri sambil nyeruput ice lemon tea-nya.

“Ngga deh. Kayaknya ada apa-apanya. Loe bertengkar ya ama tante Karin?” tanya Megan.

“Ngga, gue ngga bertengkar sama mama. Jelas-jelas tadi gue masih akrab sama mama. Gue ngga kenapa-napa kok, tenang aja,” Yuri ngasih penjelasan, sambil terus berpikir biar jawabannya ngga satupun yang nyerempet-nyerempet mimpinya ketemu Ken. Dilihatnya Evan masuk ke dalam Canteena.

“Evaaannn!!” panggil Yuri. Serta merta Evan menoleh ke arah Yuri. “Sini bentar,” kata Yuri. Evan mendekatinya sambil tersenyum.

“Hai Yur, Shin, dan Megan,” sapa Evan, saat menyebut nama Megan, hatinya berdesir. Apalagi ketika melihat senyum Megan.

“Hai Evan,” balas Shinta dan Megan, kompak. Evan melayang, serasa kakinya ngga lagi berpijak di bumi.

“Van, loe mau makan?” tanya Yuri.

“Oh, eh, iya nih Yur, perut gue udah keroncongan dari tadi. Kamu udah pesen?” tanya Evan pada Yuri sambil melirik Megan yang sedang makan.

“Ngga kok, nih udah bawa bekal dari mama. Ya udah loe pesen aja dulu, ntar balik lagi ke sini, ya?” kata Yuri. “Gue mau ngomong sama loe.” Evan mengangguk lalu melesat dengan cepat ke kedai batagor, karena dia tadi ngeliat Megan juga makan batagor. Setelah pesan, dia kembali lagi ke meja Yuri cs.

“Lho, pesenan loe mana?” tanya Megan sambil masukin sendok ke dalam mulutnya saat Evan duduk di samping Yuri.

“Oh, eh, lagi di bikini... ups, maksud gue lagi dibikinin,” Evan benar-benar nervous saat Megan tanya-tanya. Megan cuma manggut-manggut sedangkan Shinta dan Yuri yang merhatiin dua kandidat high quality jomblo itu senyum-senyum penuh arti.

“Ehem, Van, gue mau tanya. Natalie kan sakit, apa loe sebagai ketua kelas ngga punya rencana buat jenguk Natalie?” tanya Yuri.

“Hm, gue sih ada rencana kayak gitu, tapi kan belom rapat sama anak-anak yang lainnya. Anak-anak harus tau, sekalian gue mau menggalang dana buat bantu Natalie. Dia kan anak orang ngga punya, bapaknya aja cuma sopir truk, ibunya buruh cuci.”

“Kenapa dia bisa masuk ke skul ini? Skul ini kan mahal biayanya,” tanya Shinta bersamaan bu Sari yang datang bawain pesenan Evan.

“Dia kan dapat beasiswa dari yayasan skul. Terima kasih ya, bu?” ucap Evan pada bu Sari, bu Sari hanya tesenyum. “Makanya Natalie bisa skul di sini. Gue tau kok rumahnya.”

“Jadi kapan kita jenguk, Van?” tanya Megan.

“Kita?” Evan balik tanya, mukanya memerah. Yuri ampe terkikik ngeliat tingkah mereka.

“Iya, maksud gue kapan anak-anak sekelas bisa jenguk?” ucap Megan ngga menyadari kalo hati Evan sangat kecewa, dikiranya Megan mau mengajak dia jenguk Natalie, berdua aja.

“Hm,” ucap Evan setelah berhasil menguasai emosinya, karena dia sangat, amat, teramat kecewa sekali. “Ntar kan jamnya pak Arwin kosong...”

“Lho, kenapa?” sambar Shinta.

“Istrinya ngelahirin,” jawab Evan santai. Yuri cs kaget ampe ice lemon tea yang di minum Yuri tumpah semua.

“Lagi? Padahal kan taon kemaren juga abis ngelahirin, masa udah beranak lagi?” tanya Shinta, sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Iya, tadi gue di kasih tau Miss Claudia tadi. Nah pas jam kosong, kita rapatin ya. Kita tentukan sapa aja yang mau jenguk Natalie,” kata Evan.

“Kayaknya gue ngga bisa ikutan deh, Van,” ucap Yuri.

“Lho, kenapa Yur?”

“Ntar sore kan gue musti jaga warnet. Kalo ngga Doni bisa marah-marah sama gue.”

“Gue juga ngga bisa deh, Van. Gue udah ada janji sama Andre, mau beli MP4,” kata Shinta sambil ngutak-atik HaPe-nya.

“Kalo loe, Meg?” tanya Evan. Dia berharap banget bisa jenguk Natalie bareng Megan.

“Hm, gue pikir-pikir dulu deh,” jawab Evan. Untuk kedua kalinya, Evan lemas.

Non!! Ada telepon masuk tuuhh!! –Nada dering HaPe Yuri kalo ada telepon masuk- Yuri buru-buru ngambil HaPe di saku roknya. Nama Doni tertera di layar lcd-nya. Di tekannya tombol ‘yes’

“Hallo?”

“Yur, loe nanti pulang jam berapa?”

“Mungkin agak awal. Emangnya kenapa? O ya, Don, sori ya kemaren gue telat. Loe pasti marah banget ya sama gue?”

“Iya, awalnya sih gue kesel sama loe. Loe tau kan, waktu itu buat gue berharga banget. Harusnya loe bisa menghargai pentingnya waktu. Kalo loe ngga bisa menghargai waktu, bukan cuma loe yang rugi tapi juga orang-orang di sekitar loe. Apalagi kemaren gue ada ujian. Tapi ya udahlah, toh bubur ngga bisa jadi ketan...”

“He? Peribahasa aneh...”

“Gue udah ngga marah sama loe. Tapi loe nanti jangan telat lagi, ya?” kata Doni.

“Emang hari ini loe ada kelas? Ini kan hari jum’at.”

“Ngga ada sih...”

“Lho, kok?”

“Ngga papa. Ya udah, ya. Ntar jangan telat, pulsa gue limit, daaagghh...” kata Doni dan sedetik kemudian jalinan telepon pun diputus. Meninggalkan Yuri yang terheran-heran sambil memelototi HaPe-nya.

“Kenapa Yur?” tanya Shinta.

“Ngga tau tuh Doni. Katanya kalo jum’at ngga ada kuliah tapi gue disuruh cepet datang. Huh! Ngga ngerti gue.”

“Doni siapa, Yur?” tanya Evan ikut penasaran.

“Mantan gue waktu SMP, dia juga operator di warnet tempat gue parttime.”

“Oh, itu kali Yur,” kata Megan tiba-tiba. “Dia minta balik kali. Gue dulu juga pernah CLBK sama mantan gue. Tapi sekarang, gue bener-bener high quality jomblo.”

“Sama Evan aja, Meg. Kan Evan juga high quality jomblo. Ya kan, Van?” tanya Yuri diiringi anggukan Shinta dan Evan yang mukanya mendadak merah.

Teng... teng... teng...

Bel tanda istirahat udah habis berbunyi. Yuri cs dan anak-anak yang masih nongkrong di kantin bergegas kembali ke kelas masing-masing.


Tidak ada komentar: