Rabu, 03 September 2008

Api dan Asap

> Suatu ketika, ada sebuah kapal yang tenggelam diterjang badai.
> Semuanya porak poranda. Tak ada awak yang tersisa, kecuali
> satu orang yang berhasil mendapatkan pelampung.
> Namun, nasib baik belum berpihak pada pria ini. Dia terdampar
> pada sebuah pulau kecil tak berpenghuni, sendiri, dan tak
> punya bekal makanan.
>
> Dia terus berdoa pada Tuhan untuk menyelamatkan jiwanya.
> Setiap saat,dipandangnya ke penjuru cakrawala, mengharap ada
> kapal yang datang merapat. Sayang, pulau ini terlalu
> terpencil. Hampir tak ada kapal yang mau melewatinya.
>
> Lama kemudian, pria ini pun lelah untuk berharap.
> Lalu, untuk menghangatkan badan, ia membuat perapian,
> sambil mencari kayu dan pelepah nyiur untuk tempatnya
> beristirahat. Dibuatnya ruman-rumahan, sekedar tempat
> untuk melepas lelah. Disusunnya semua nyiur dengan cermat,
> agar bangunan itu kokoh dan dapat bertahan lama.
>
> Keesokan harinya, pria malang ini mencari makanan.
> Dicarinya buah-buahan
>
> untuk penganjal perutnya yang lapar. Semua pelosok
> dijelajahi, hingga kemudian, ia kembali ke gubuknya.
> Namun, ia terkejut. Semuanya telah hangus terbakar,
> rata dengan tanah, hampir tak bersisa. Gubuk itu terbakar,
> karena perapian yang lupa dipadamkannya. Asap membubung
> tinggi, dan hilanglah semua kerja kerasnya semalam.
> Pria ini berteriak marah,
> "Ya Tuhan, mengapa Kau lakukan ini padaku. Mengapa?...
> Mengapa?". Teriaknya melengking menyesali nasib.
>
> Tiba-tiba... terdengar peluit yang ditiup.
> Tuittt.....tuuitttt . Ternyata ada sebuah kapal yang
> datang. Kapal itu mendekati pantai, dan turunlah beberapa
> orang menghampiri pria yang sedang menangisi gubuknya ini.
> Pria ini kembali terkejut, ia lalu bertanya,
> "Bagaimana kalian bisa tahu kalau aku ada disini?
> Mereka menjawab, "Kami melihat simbol asapmu!!"
>
> Teman, sangat mudah memang bagi kita, untuk marah saat
> musibah itu tiba.
>
> Nestapa yang kita terima, tampak akan begitu berat,
> saat terjadi dan berulang-ulang. Kita memang bisa memilih
> untuk marah, mengumpat, dan terus mengeluh. Namun, teman,
> agaknya kita tak boleh kehilangan hati kita.
> Sebab, Tuhan selalu ada pada hati kita, walau dalam
> keadaan yang paling berat sekalipun.

Tidak ada komentar: